Selasa, 10 Februari 2009

nama : akhmad zarkasih liu



















*Bashirah*

*(Kekuatan Mata Hati)*

* *

Oleh KH. Rahmat Abdullah

*Bahkan manusia sangat tajam melihat dirinya sendiri, walau pun ia
melontarkan berbagai
alasannya" (QS.AI-Qiyamah: 14).***

*
*

Para penganut Al-Qur'an tak ragu sedikitpun akan kesempurna­annya. la cahaya
terang dan jalan lu­rus yang mengantar kepada kesela­matan dunia dan
kebahagiaan akhi­rat. la *bashirah *yang begitu jernih, tajam dan akurat
mewartakan kea­daan yang sesungguhnya, kemena­ngan yang terbentang dan
bahaya yang mengancam, dengan segala syarat, sebab dan penawarnya. la memuat
sejarah lampau, gambaran depan dan kaadaan sekarang.

Namun apa yang didapat orang yang menutup rapat-rapat matanya sendiri, dari
caha­ya terang di sekitarnya? Terik mentari diting­kahi ribuan lampu sorot,
tak menyelamatkannya dari terjerembab ke pelimbahan. Sebaliknya, lihatlah
tuna netra yang berjalan di gelap malam, dapat selamat dan beroleh rizki
mereka.

Allah Maha Adil, yang mengangkat sebagian orang dengan kekurangan fisiknya
dan menja­tuhkan lainnya walaupun berjasad sempurna. Tak ada makna kajian
tema apa pun dalam kitab suci, sementara hati pengajinya berjelaga. Ada
tikus mati dalam kandang, ada orang kehilang­an tongkat dua kali atau
terpagut ular dua kali di liang yang sama. Atau singa-singa mati lapar di
padang dan daging pelanduk dilahap seriga­la. Ada budak tidur di tilam
sutera, ada bangsa­wan berbaring di hamparan tanah.

* *

*Bila Nurani Bergetar*

Berbahagialah pejuang yang tak mengko­rupsi kemenangan masa depannya,
walaupun hanya dengan sekedar rintih sesal didera lelah. Atau menumpang
popularitas dengan nikmat tanpa rasa malu kepada-Nya. Mereka yang berhati
nurani tak lagi melampirkan kesedihan, kesusahan, dan kelelahan kedalam
neraca laba-rugi. Hati nurani mereka selalu hidup dan berbinar. Begitulah
kiranya ketika *Alkhalil *Ibrahim AS meminta agar nabi yang dibangkit­ kan
kelak dari keturunan Ismail AS, bertugas "....membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah dan me­nyucikan mereka.."
*(QS. AI-Baqarah: 129), *Allah mengijabah do'anya. Namun Ia menginginkan
langkah kedua sesudah memba­cakan ayat-ayat-Nya dan sebelum mengajarkan
Kitab dan Hikmah, satu kata kunci bagi keberha­silan da'wah ini,
yaitu'menyucikan mereka' *(QS. Al-Baqarah: 15 1, Ali Imran: 164, Al jumu'ah:
2).*

Nurani yang hidup mampu menjembatani perbedaan dan meredam perpecahan.
"Ulama akhirat tak saling berbenturan, karena akhirat sangatlah luas. Ulama
dunia selalu bertikai dan bermusuhan karena dunia terlalu sempit untuk
mereka perebutkan." (Imam Ghazali).

Allah menyebutkan perumpamaan ulama buruk *(suu') *yang berhati nurani mati,
seperti *Bal'am *sebagai anjing, yang bila dihalau menju­lur dan bila
didiamkan tetap menjulur (QS. Al ­A'raf: 176). Anjing akan lari mengejar
tulang dengan sedikit daging segar. Dan tak akan tertegun memandangi
perhiasan di tangan pelemparseharga 1 milyar. Dan ketika melewati telaga,
sang anjing segera menerkam bayangan dirinya, karena mengira ada anjing lain
yang menggigit tulang. la ingin menguasai semua tulang. Alangkah rakusnya!

*siapa yang telah rasakan dunia*

*aku pun telah mengenyamnya*

*telah digiring kepadaku pahitgetirnya*

*aku tak melihatnya selain bangkai yang membusuk*

*dikepung anjing-anjing dengan hanya satu *semangat: *cabik dan tarik!*

Seorang imam sangat kecut dan malu ketika ada orang datang meminta sesuatu.
"Oh, dosa apa yang kuperbuat, mestinya aku sudah me­nangkap hajatnya sebelum
ia menyatakan permintaannya" . Tidakkah panitia zakat merasa tersindir ketika
melihat kemiskinan hanya dari wajah pengemis profesional yang kerap
menim­bun harta melebihi keperluan. Al-Qur'an telah melekatkan sifat 'jahil'
bagi mereka yang mengi­ra para mujahid yang menjaga air wajahnya de­ngan
menutup rapat-rapat penderitaan dan kemiskinan mereka, sebagai orang kaya.
Sebalik­nya sifat Rasul SAW disebutkan sebagai *ma'ri­fah *(kenal), karena
dengan kejernihan *bashirah *mampu menangkap hakikat.

Karena itulah mereka mendapatkan jaminan baik bagi kehidupan kelak;
"Beruntunglah or­ang yang tersibukkan oleh aib dirinya dari kesi­bukan
mempersoalkan aib orang lain. la infak­kan yang berlebih dari hartanya dan
menahan yang berlebih dari perkataannya"

Kemiskinan dan kesenangan tak masuk agenda fikiran para perempuan generasi
Salaf yang melepas keberangkatan para suami. "Hati-­hati terhadap harta yang
haram. Kami tahan terhadap kemiskinan tetapi takkan tahan terhadap neraka,"
begitu pesan mereka.

Di depan iring-iringan yang membawa Imam Ahmad bin Hambal ke penyidangan
yang zalim, menghadanglah seorang perempuan. "Wahai Imam, kami
perempuan-perempuan yang bekerja menenun. Hari-hari ini serdadu sultan
meningkatkan perondaan sepanjang malam dengan obor-obor mereka. Karena kami
bekerja dibawah pancaran cahaya obor serdadu sultan zalim itu, maka hasil
tenunan kami di atas atap rumah menjadi lebih baik dan kami mendapat
keuntungan tambahan. Halalkah kami memakan kelebihan untung
itu?".Demikianlah radiasi
*bashirah *Imam yang tak kenal kompromi dengan kebathilan, merasuki hati
nurani rakyat yang menjadi begitu sensitif.

* *

*Kematian Hati Nurani*

Berapa banyak orang menguasai teori ilmu serta dikenal dan dihormati sebagai
ilmuwan dan ulama, namun kehilangan potensi hati nurani.
*Bashirah*nya* *tertutup
limbah dunia, membuat cahayanya tak tembus menerangi jalan. Para
koruptoryang memiskinkan rakyat clan menguras kekayaan bangsa untuk
kepentingan diri sendiri adalah para pengkhianatyang mati rasa. Mereka yang
memproduk siaran cabul, menyiar­kan kebebasan seks, membuka rumah bordil,
memproduksi dan mengedarkan tuak, candu dan madat adalah makhluk yang padam
hati nurani. Kehidupan fisik tak mampu mengimbangi busuk akhlaq mereka yang
membuat tak nyaman lingkungan. Tak ada orang yang kerasan beriama­lama dekat
mereka. Hidup menebar bau busuk dan mati menuai amal busuk.

Mereka yang keruh nurani, selalu melihat dengan angan-angan panjang. "Seakan
kema­tian hanya berlaku atas orang lain". Sejauh ini dosa dan kemaksiatan
merupakan pembunuh utama hati nurani. Hati menjadi keras membatu, watak
menjadi beku dan hati menyempit. Ayat-­ayat suci tak membekas di hati,
kematian tak menghasilkan ibrah, luapan syahwat dunia semakin tak
terkendali, wajah menggelap memantulkan kelam hati, hilang semangat beramal
dan lenyap kelezatan dzikir.

Lihatlah para penjual ayat yang dengan ringan berfatwa bathil demi kekayaan
diri. Do'a yang mereka bunyikan memang benar hanya bunyi. Dan bila ada kader
muslim yang merasa, inilah zaman keterbukaan, lalu membumi hanguskan tradisi
dakwah yang baik, mereka telah membunyikan lonceng kematian bagi hati
nuraninya. Bila berpolitik, mereka hanya tahu intrik. Tak ada rasa malu
merebut posisi, dengan berhias khayalan *syaithani. *Akulah Yusuf yang
*kredible
*dan* expert. *Padahal begitu jauh jurang memisah, mana Yusuf, mana pemimpi
di terik mentari. Golongan ini tak kenal *mihwar *tak* *kenal era, baginya
semua adalah *era naf'i dan mihwar maslahi *(era mengambil keuntungan dan
fase mengambil maslahat).

Orang-orang seperti itu harus kerap diajak menurunkan jenazah ke liang
lahat, melepas kerabat di akhir nafas, atau berbiduk di lautan dengan
gelombang yang ganas. Bila tak mem­pan, takbirkan empat kali bagi kematian
hati nuraninya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar